TRIBUNNEWS.COM – Proyek penelitian ilmiah berjudul
Limbah Peternakan Sapi (LPS)-Air Freshener Rekayasa Alternatif Pengharum
Ruangan Ramah Lingkungan oleh Dwi Nailul Izzah dan Rintya Miki Aprianti
sukses mengantarkan keduanya meraih medali emas Indonesian Science
Project Olympiad (ISPO) 2013 di Jakarta, 26-28 Februari.
Sukses itu membawa keduanya menjadi wakil Indonesia di ajang
International Environment Project Olympiade (INEPO) 2012 di Istanbul,
Turki, 17-20 Mei. Hasil penelitian dua siswi Kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah Babat itu mengalahkan karya dari siswa SMA Kharisma Bangsa
Jawa Barat dan SMA Kesatuan Bangsa BBS Jogjakarta di ISPO 2013 yang
diikuti hampir 1000 peserta.
“Pengharum ruangan yang kami hasilkan murni berbau alami seperti
tetumbuhan yang menjadi makanan sapi. Bukan karena ditambahi dengan
bahan kimia agar bisa berbau wangi,“ ujar Nailul di Guest House Pemkab
Lamongan saat beraudiensi dengan Bupati Fadeli, Kamis (7/3/2013).
Mereka berdua juga sudah membuat kajian ekonomi sehingga karyanya
bisa dipasarkan. “Pengharum ruangan ini sehat karena tidak mengandung
berbagai bahan kimia berbahaya seperti benzo acetan layaknya produk
pengharum di pasaran. Juga ekonomis karena ongkos produksinya snagat
murah. Hanya Rp 21 ribu untuk kemasan 225 mili liter, “ ujar Rintya yang
kemudian membandingkan harga produknya dengan dua produk pengharum
merek terkenal di pasaran yang dijual Rp 39.900 untuk kemasan 275 gr.
Untuk itulah, lanjutnya, akan segera diajukan hak paten atas karya
mereka. Terlebih, imbuh dia, setelah di telisik di web site Dirjen Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI) belum ada paten produk sejenis. “Karena
itulah karya kami nampaknya berpeluang besar untuk bisa mendapatkan hak
paten, “ kata Nailul menimpali.
Kepada Fadeli, keduanya menunjukkan proses pembuatan pengharum
ruangan tersebut dalam slide gambar dan video. Butuh waktu 7 hari hingga
kotoran sapi tersebut bisa menjadi pengharum ruangan berbau tetumbuhan.
Prosesnya cukup lama karena harus melalui proses ekstraksi dua kali
ditambah dengan proses fermentasi.
Keduanya memilih bahan dasar sapi merujukpada persyaratan ketat yang
ditetapkan panitia INEPO 2013. Bahwa bahan dasarnya harus mudah
ditemukan di semua Negara, bukan sesuatu yang langka dan bukan bahan
yang adanya hanya musiman seperti beberapa jenis buah-buahan. Terlebih
Lamongan memiliki banyak populasi sapi (data tahun 2012 : 116.963 ekor
sapi potong) yang kotorannya belum banyak didayagunakan.
“Sebelumnya kami tidak menggunakan proses fermentasi saat ikut di
ISPO 2013. Namun atas saran dari tim juri, karya kami agar disempurnakan
dengan proses fermentasi saat mengikuti INEPO di Turki Mei nanti, “
ujar Nailul yang mengaku banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
senior mereka dan lembaga M Brother’s Indonesia.
Fadeli secara khusus berpesan agar karya ilmiah seperti yang
dilakukan Nailul dan Rintya tidak hilang ditelan bumi. Harus ada upaya
agar karya ini bisa diimplementasikan dan dipasarkan dengan menggandeng
pihak ketiga.
Peluang mereka di INEPO cukup terbuka melihat hasil bagus yang
ditorehkan wakil Indonesia, waktu itu SMA Kharisma Bangsa, yang sukses
meraih medali emas di tahun 2012. Di INEPO, ada 50 negara yang turut
berpartisipasi. Termasuk diantaranya Kanada, Denmark, Finlandia, Jerman,
Italia, Portugal dan Malaysia. Termasuk Negara seperti United Kingdom,
Amerika Serikat, Rusia dan Polandia juga turut serta.
Nailul adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Haris A Salim
dan Zayyaroh. Siswi kelahiran Pucuk pada 14 Desember 1996 ini
bercita-cita menjadi dokter hewan atau ahli teknik lingkungan. Sedangkan
Rintya yang lahir di Jambi pada 17 April 1996 silam ini bercita-cita
menjadi dokter. Dia yang kini tinggal di Kecamatan Babat ini adalah
putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Maliki dan Juwami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar