Kamis, 14 Maret 2013

PENGHARUM RUANGAN DARI KOTORAN SAPI





TRIBUNNEWS.COM – Proyek penelitian ilmiah berjudul Limbah Peternakan Sapi (LPS)-Air Freshener Rekayasa Alternatif Pengharum Ruangan Ramah Lingkungan oleh Dwi Nailul Izzah dan Rintya Miki Aprianti sukses mengantarkan keduanya meraih medali emas Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) 2013 di Jakarta, 26-28 Februari.
Sukses itu membawa keduanya menjadi wakil Indonesia di ajang International Environment Project Olympiade (INEPO) 2012 di Istanbul, Turki, 17-20 Mei. Hasil penelitian dua siswi Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Babat itu mengalahkan karya dari siswa SMA Kharisma Bangsa Jawa Barat dan SMA Kesatuan Bangsa BBS Jogjakarta di ISPO 2013 yang diikuti hampir 1000 peserta.
“Pengharum ruangan yang kami hasilkan murni berbau alami seperti tetumbuhan yang menjadi makanan sapi. Bukan karena ditambahi dengan bahan kimia agar bisa berbau wangi,“ ujar Nailul di Guest House Pemkab Lamongan saat beraudiensi dengan Bupati Fadeli, Kamis (7/3/2013).
Mereka berdua juga sudah membuat kajian ekonomi sehingga karyanya bisa dipasarkan. “Pengharum ruangan ini sehat karena tidak mengandung berbagai bahan kimia berbahaya seperti benzo acetan layaknya produk pengharum di pasaran. Juga ekonomis karena ongkos produksinya snagat murah. Hanya Rp 21 ribu untuk kemasan 225 mili liter, “ ujar Rintya yang kemudian membandingkan harga produknya dengan dua produk pengharum merek terkenal di pasaran yang dijual Rp 39.900 untuk kemasan 275 gr.
Untuk itulah, lanjutnya, akan segera diajukan hak paten atas karya mereka. Terlebih, imbuh dia, setelah di telisik di web site Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) belum ada paten produk sejenis. “Karena itulah karya kami nampaknya berpeluang besar untuk bisa mendapatkan hak paten, “ kata Nailul menimpali.
Kepada Fadeli, keduanya menunjukkan proses pembuatan pengharum ruangan tersebut dalam slide gambar dan video. Butuh waktu 7 hari hingga kotoran sapi tersebut bisa menjadi pengharum ruangan berbau tetumbuhan. Prosesnya cukup lama karena harus melalui proses ekstraksi dua kali ditambah dengan proses fermentasi.
Keduanya memilih bahan dasar sapi merujukpada persyaratan ketat yang ditetapkan panitia INEPO 2013. Bahwa bahan dasarnya harus mudah ditemukan di semua Negara, bukan sesuatu yang langka dan bukan bahan yang adanya hanya musiman seperti beberapa jenis buah-buahan. Terlebih Lamongan memiliki banyak populasi sapi (data tahun 2012 : 116.963 ekor sapi potong) yang kotorannya belum banyak didayagunakan.
“Sebelumnya kami tidak menggunakan proses fermentasi saat ikut di ISPO 2013. Namun atas saran dari tim juri, karya kami agar disempurnakan dengan proses fermentasi saat mengikuti INEPO di Turki Mei nanti, “ ujar Nailul yang mengaku banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari senior mereka dan lembaga M Brother’s Indonesia.
Fadeli secara khusus berpesan agar karya ilmiah seperti yang dilakukan Nailul dan Rintya tidak hilang ditelan bumi. Harus ada upaya agar karya ini bisa diimplementasikan dan dipasarkan dengan menggandeng pihak ketiga.
Peluang mereka di INEPO cukup terbuka melihat hasil bagus yang ditorehkan wakil Indonesia, waktu itu SMA Kharisma Bangsa, yang sukses meraih medali emas di tahun 2012. Di INEPO, ada 50 negara yang turut berpartisipasi. Termasuk diantaranya Kanada, Denmark, Finlandia, Jerman, Italia, Portugal dan Malaysia. Termasuk Negara seperti United Kingdom, Amerika Serikat, Rusia dan Polandia juga turut serta.
Nailul adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Haris A Salim dan Zayyaroh. Siswi kelahiran Pucuk pada 14 Desember 1996 ini bercita-cita menjadi dokter hewan atau ahli teknik lingkungan. Sedangkan Rintya yang lahir di Jambi pada 17 April 1996 silam ini bercita-cita menjadi dokter. Dia yang kini tinggal di Kecamatan Babat ini adalah putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Maliki dan Juwami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar