Perencanaan keuangan bisa dibilang ilmu baru di Indonesia yang mulai
dipraktekkan pada akhir 1990-an atau awal 2000-an. Di negara-negara
maju, justru telah populer sejak puluhan tahun sebelumnya.
Sejatinya,
ilmu perencanaan keuangan sudah dipraktekkan puluhan ribu tahun silam.
Di antara bukti sejarahnya, kisah Nabi Yusuf AS yang membuat dan
mempraktekkan strategi menghadapi masa paceklik.
Al-Quran mencatat
kisah Yusuf menerjemahkan mimpi Raja Mesir. Dalam tidurnya, sang raja
melihat 7 ekor sapi gemuk yang digantikan 7 ekor sapi kurus serta gandum
berisi digantikan gandum kering.
Banyak orang yang telah
diminta pendapat mengenai arti mimpi tersebut. Tapi hanya Yusuf yang
bisa memberi tahu maknanya. Katanya seperti tersirat dalam sejarah, akan
datang 7 tahun masa panen, yang kemudian diikuti 7 tahun masa paceklik.
Setelah itu, masa subur Mesir akan kembali.
Seperti kita tahu,
sejak zaman dahulu kala, pertanian Mesir sangat bergantung pada Sungai
Nil. Jika sungai mengalirkan airnya dengan baik, wilayah Mesir subur dan
hasil panennya melimpah. Tapi, bukan tidak mungkin Sungai Nil mengering
atau bahkan meluap.
Usai memaknai mimpi, Yusuf melanjutkan
nasihatnya pada sang raja. “Hendaklah engkau bertanam 7 tahun lamanya
sebagaimana biasa. Maka apa yang engkau tuai hendaknya kau biarkan di
bulirnya, kecuali sedikit untuk engkau makan.” [Surah Yusuf ayat 47]
Selain
membuat prakiraan kondisi di masa depan, Yusuf juga memberikan
solusinya. Mengingat 7 tahun masa panen diikuti 7 tahun masa paceklik,
hendaknya kita menyimpan hasil panen tetap dalam bulirnya sebagai
cadangan saat paceklik tiba.
Sejarah membuktikan, walaupun
menghadapi masa paceklik, rakyat Mesir tetap Makmur lantaran ada yang
disimpan dari hasil panen sebelumnya. Sampai rakyat dari negeri tetangga
yang kelaparan pun meminta bantuan mereka.
Bagi kita yang hidup
di zaman sekarang, masa panen adalah masa produktif bekerja atau
berbisnis. Masa pacekliknya, yaitu pensiun kelak. Hendaknya kita juga
menyimpan hasil panen saat ini untuk menghadapi masa paceklik nanti.
Menariknya
dari perkataan Yusuf adalah agar tetap menyimpan hasil panen dalam
bulirnya, kecuali sedikit untuk dimakan. Saya mendapatkan kesan dari
ayat ini bahwa hasil produksi kita sekarang seharusnya disimpan terlebih
dahulu kecuali sedikit yang dikonsumsi. Bukannya dibelanjakan dulu,
jika ada sisa lalu disimpan.
Hal kedua yang
menarik dalam pernyataan Yusuf, yaitu panen 7 tahun dan paceklik 7
tahun. Secara logika matematika, mestinya separuh disimpan dan separuh
dimakan bisa mencukupi. Tapi ayat tadi memerintahkan untuk makan sedikit
saja, atau kurang dari setengah. Kenapa?
Nilai gandum memang
tidak akan berkurang jika disimpan dalam bulirnya. Tapi, jumlah penduduk
Mesir tentu bertambah banyak selama 7 tahun tersebut. Maka diperlukan
jumlah gandum yang lebih besar untuk memberi makan rakyat di masa depan.
Dalam
konteks kehidupan sekarang, ini yang kita sebut sebagai inflasi.
Nominal uang yang kita simpan mungkin tetap atau bertambah, tapi
harga-harga bertambah mahal. Maka strategi yang bisa kita tiru adalah
memperkecil konsumsi, perbesar investasi.
Tanpa harus punya
keahlian membaca mimpi seperti Nabi Yusuf, kita sudah tahu bahwa
harga-harga naik di masa depan. Kita sudah faham kebutuhan bertambah
besar seiring perkembangan keluarga. Kita pun mafhum akan menghadapi
masa tidak produktif saat pensiun.
Akankah kita diam saja? Atau lakukan sesuatu seperti Nabi Yusuf lakukan?
Salam Berkah,